Senin, 28 Januari 2013

Agatha Christie, Ratu Sel Kelabu

Saya sudah membaca sekian banyak novel karya Agatha Christie sejak saya SMP. Buku-bukunya saya dapatkan mulai dari meminjam dari perpustakaan sekolah, dari teman, sampai mengoleksi sendiri.

Tak pernah bosan rasanya ikut terjun berpetualang bersama para tokohnya. Seringkali saya mencoba menebak pelaku kejahatan, motifnya, dan jalan cerita. Namun, sang ratu kriminal ini seringkali juga berhasil memperdaya saya. Jalan ceritanya susah ditebak. Kasusnya sulit dipecahkan.

Ya, sampai saat ini belum ada yang menandinginya kecuali Sir Arthur Conan Doyle. Ah tapi Conan Doyle hanya sukses dengan satu tokoh, sementara Agatha punya banyak tokoh dengan berbagai karakteristik. Memang banyak yang membandingkan antara Sherlock Holmes dan Hercule Poirot. Mungkin untuk orang awam, mereka terlihat sama saja. Sama-sama tokoh detektif swasta di Inggris, sama-sama punya sahabat yang senantiasa menulis kisah mereka.

Namun sebenarnya mereka sangatlah berbeda. Bukan, bukan hanya sekedar perbedaan kewarganegaraan atau tampilan fisik! Akan tetapi perbedaan pola pikir dan cara menganalisa suatu kasus. Sherlock Holmes menganut paham empiris, sementara Hercule Poirot menganut paham rasionalis. Hal ini pernah diakui Poirot pada salah satu kasus yang sedang ditekuninya. Jika Holmes perlu bukti empirik dengan menggunakan segala alat yang dimilikinya, Poirot cukup berpikir dengan logikanya.

Nah, nama Holmes memang beberapa kali disebut dalam cerita-cerita Poirot. Menurut saya, ini daya tariknya. Poirot agak kesal jika ia dibanding-bandingkan dengan tokoh fiktif Inggris itu, padahal dia sendiri juga fiktif, sangat menggelikan. :-)

Poirot memang detektif favorit saya dibandingkan tokoh-tokoh Agatha Christie lainnya. Bersama Poirot, kita akan dibawa ke berbagai negara. Bersama Poirot kita akan berpetualang dengan kasus-kasus terhebat di dunia. Ah tak peduli berapapun usianya, Poirot masih lincah menangani setiap kasusnya.

Saya sangat suka dengan kalimat saktinya: "Biarkan sel-sel kelabuku bekerja". Yah, ini bukan sekedar kiasan atau ungkapan filosofis (konotasi). Namun juga kata-kata aktual (denotasi). Sebagai alumni Jurusan Biologi, saya mengetahui bahwa sel-sel syaraf dapat dibedakan dari warnanya berdasarkan pernah digunakan atau belum. Sel-sel syaraf akan berubah menjadi warna abu-abu jika sudah digunakan, namun akan tetap berwarna putih jika belum pernah digunakan. Jadi kecerdasan seseorang tidak lagi ditentukan oleh berapa besar ukuran otaknya, tapi berapa banyak jumlah sel kelabunya. Poirot tentunya sudah banyak memiliki sel kelabu, sama seperti sang pencipta, Agatha Christie.

Rabu, 09 Januari 2013

Menyibak Kehidupan Severus Snape (2)

B. Cinta Abadi Severus Snape

Rasa cinta Severus terhadap Lily sudah ada sejak pertemuan pertama mereka dan dibawanya sampai mati. Severus tidak pernah mengungkapkannya kepada Lily, Severus merelakan ketika hubungan persahabatan mereka berakhir dan Lily menikah dengan James. Bahkan Severus bersedia mengorbankan dirinya untuk melindungi Harry, putra dari wanita yang paling ia cintai dan pria yang paling ia benci. Pergolakan batin Severus untuk melindungi Harry sangatlah hebat, namun ia berhasil mengatasinya. Ia merupakan pelindung Harry yang terbaik sampai akhir hayatnya.
Bagi Severus, mencintai tak harus memiliki, namun mencintai adalah membiarkan kekasih hati bahagia,
bahkan mengorbankan dirinya untuk melindungi anak kekasih hatinya.

Cinta dan kesetiaan yang belum terlihat adanya di dunia nyata. Bentuk cinta yang seperti ini terlihat juga pada cerita Pak Wayan kepada Keenan dan ibunya pada novel Perahu Kertas (karya Dewi Lestari). Namun menurut saya, cinta dan pengorbanan Severus lebih besar dibandingkan cinta Pak Wayan.

Severus dan Lily


Cinta Severus pada Lily tersimpan rapat, hampir tak ada yang tahu. Bahkan sang pujaan hatipun tak tahu. Apapun yang dilakukan Lily (tidak memaafkan kesalahannya, meninggalkannya, melupakannya, bahkan menikah dengan pria lain) sama sekali tidak mengubah rasa cinta Severus padanya. Severus tidak pernah berpaling pada wanita lainnya. Ia membekukan hatinya, mengubur segala rasa dalam-dalam, hanya meninggalkan penyesalan dan kebencian kepada James Potter.

Rasa benci ini yang terlihat di mata Harry, sampai akhirnya ketika mata hijau bertemu dengan mata hitam, rasa cinta itu kembali terlihat. Rasa cinta abadi yang ia bawa sampai mati. Ah, semoga ia bertemu Lily pada kehidupan setelah kematian. Semoga mereka bisa kembali bersama.. Always..

C. Masa Kecil yang Buruk

Selain kisah cintanya yang menggugah hati, pengalaman masa kecilnya juga dapat menitikkan air mata. Severus kanak-kanak dan remaja sering mengalami kekerasan dari ayahnya serta melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Severus merupakan anak yang mengalami ketidakpedulian orang tua, khususnya sang ayah. Severus kecil mengalami "neglected" atau diacuhkan orang tuanya. Ayahnya tidak menyukai dan tidak menerima kenyataan bahwa sang istri dan anak merupakan penyihir. Menurut cerita Severus, ayahnya memang tidak menyukai segala hal.

Ketidaksukaan sang ayah terhadap sihir serta status "Muggle"-nya, membuat Severus pun semakin tidak menyukai ayahnya, bahkan tidak menyukai nama keluarga ayahnya, dan berusaha mengganti namanya menjadi Half-Blood Prince (Prince merupakan nama keluarga ibunya). Dalam hal ini, terdapat kesamaan antara Severus dan Voldemort, yaitu merupakan anak yang masa kecilnya tidak mendapatkan kasih sayang utuh, membenci ayahnya yang muggle, dan berusaha mengganti namanya.

Anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari orang tuanya bukanlah hanya Severus dan Voldemort, namun juga Harry. Rowling memperlihatkan bahwa masa kecil mereka sama, namun sifat mereka berbeda. Hal ini karena adanya cinta. Harry banyak mendapatkan cinta dari lingkungan sekelilingnya (bahkan sedikit dari keluarga Dursley, yang baru terlihat di buku ketujuh), Severus mengenal rasa cinta dari Lily, hanya Voldemort yang tidak mendapatkannya. Yah, ada atau tidaknya cinta bisa mempengaruhi mereka.

D. Perbandingan Voldemort, Severus, dan Harry Berdasarkan Kisah 3

Voldemort, Severus, dan Harry dapat diperbandingkan juga berdasarkan cara mereka bertemu dengan kematian. Lord Voldemort menghadap kematian seperti Antioch Peverell, melalui pertarungan merebut Elder Wand. Pertarungan untuk membuktikan siapa penyihir terkuat, tak terkalahkan oleh kematian. Namun justru pertarungan itulah yang membuatnya bertemu dengan kematian.
Severus Snape mati karena hal yang sama seperti Cadmus Peverell, yaitu karena rasa cinta yang begitu dalam pada seorang wanita. Sedangkan Harry Potter menyalami kematian seperti Ignotus Peverell, seperti sahabat lama.

E. Sifat-sifat Severus Snape

1. Pemberani
Harry Potter berkata pada anaknya, Albus Severus Potter, bahwa Severus Snape merupakan pria paling berani yang pernah ia jumpai. Tugas Severus Snape sebagai "double agent" merupakan tugas yang sangat membahayakan nyawanya. Severus juga berani menghadapi kenyataan bahwa ia akan dibenci banyak pihak.

2. Ikhlas
Severus Snape melakukan segala tindakannya tanpa diketahui orang. Tanpa merasa perlu adanya imvalan atau pujian. Ia benar-benar ikhlas melakukan tugasnya yang penuh bahaya itu.

3. Setia
Ah.. kesetiaan Severus pada Lily sudah tak diragukan lagi. Kesetiaan itu tercermin dengan bentuk patronusnya yang sama dengan Lily, serta kesediaannya menjaga putra Lily.
Kesetiaannya pada Dumbledore pun terlihat sangat indah. Severus mau melaksanakan perintah Dumbledore untuk membunuhnya sendiri, agar tidak merusak jiwa Draco Malfoy dan agar bukan pelahap maut sadis yang membunuhnya. Tanpa tahu tujuan lain Dumbledore, yaitu menyelamatkan Elder Wand dari tangan Voldemort. Hingga kematiannya, Severus tidak mengetahui hal ini. Ketika ia dibenci seluruh sekolah karena membunuh Dumbledore, ia tidak mengeluh. Ia tetap menjalankan perintah lukisan Dumbledore.
Di mata Voldemort pun, ia adalah abdi yang setia. Severus mampu memainkan peranan ini dengan sangat meyakinkan. Satu-satunya orang yang dapat membohongi Voldemort, sang ahli Legilimency. Mungkin, Snape bisa saja setia pada Voldemort, seandainya ia tidak membunuh Lily.

4. Cerdas
Sebagai mantan murid dan kepala asrama Slytherin, kecerdasannya tak perlu diragukan lagi. Bakatnya yang luar biasa di bidang ramuan, penciptaan mantra (seperti Sectusempra, Levicorpus), ilmu hitam, legilimency, pertahanan terhadap ilmu hitam, bahkan kemampuannya untuk terbang tanpa alat membuktikan bahwa ia berotak brilliant. Ia bahkan menjadi Profesor Hogwarts di usia terbilanh muda, 21 tahun. Voldemort pun mengakui kejeniusan otaknya, pujian terakhir Voldemort sebelum membunuhnya.

5. Rajin
Severus Snape remaja digambarkan memiliki sifat seperti Hermione Granger, yaitu sangat rajin, kutu buku, dan ambisius. Severus tampak sering memegang buku ketika sedang digoda The Marauders.Ketika ujian, Severus diceritakan hampir menempelkan hidungnya di.kertas ujian, hingga kertas ujiannya berminyak. Rumahnya di Spinner's End pun dipenuhi buku.

6. Menyayangi Harry Potter
Tanpa ia sadari, sebenarnya dari tahun ke tahun sejak pertemuannya dengan Harry Potter, Severus Snape.mulai menyayangi anak yang harus dilindunginya itu. Mata Harry yang mirip dengan Lily yang menjadi pencetus kasih sayang itu. Hal ini terlihat dari percakapannya dengan Dumbledore. Severus keberatan, jika akhirnya Harry harus mati di tangan Voldemort, dan Dumbledore pun bertanya: "Apakah kau mulai menyayangi Harry?". Severus menjawab dengan lambaian tonkat, rusa betina keperakan pun muncul dari ujung tongkatnya. Permintaan terakhir Severus pun, hanya ingin ditatap oleh mata hijau Harry, mata Lily, mata wanita yang sangat ia cintai.

Severus terlelap selamanya, setelah menatap mata itu. Selamat jalan Severus Snape, semoga kau menemukan kebahagiaan bersama wanita yang kau cintai, dalam kehidupan abadi.

Jakarta, 9 Januari 2013

Happy Birthday 53rd Professor Severus Snape!!!

#Essay yang dibuat untuk Snape Day 2013, terdiri atas dua bagian: Menyibak Kehidupan Severus Snape (1) & (2).

Menyibak Kehidupan Severus Snape (1)

Severus Snape memang hanyalah tokoh fiksi karangan Joanne Kathleen Rowling pada seri Harry Potter. Ia tidak nyata, ia tidak pernah ada dalam kehidupan ini. Namun, pengaruhnya cukup kuat, seakan-akan ia nyata dan pahlawan besar pada abad ini. Para penggemar, pembaca, dan penonton Harry Potter sudah pasti mengenalinya, pernah membencinya, lalu kemudian berbalik mengagumi bahkan jatuh hati padanya. Ya, Severus Snape merupakan sosok yang tiada duanya!

A. Kehidupan Severus Snape pada Kehidupan Harry Potter

Profesor Severus Snape digambarkan di awal kemunculannya (Harry Potter and Philosopher's Stone) sebagai seorang guru yang sangat galak, suka menghukum, pilih kasih hanya terhadap anak-anak dari asramanya saja, dan terlihat sangat membenci Harry. Bahkan ia dicurigai trio (Harry, Hermione, dan Ron) sebagai orang yang bermaksud mencelakai Harry dan akan mencuri Philosopher's Stone. Pada akhir cerita, kecurigaan-kecurigaan itu tidak terbukti. Prof. Quirrel-lah pelakunya. Prof. Snape malah melindungi Harry agar tidak jatuh dari sapunya ketika dimantrai Quirrel. Sebenarnya di sini sudah sedikit terlihat kebaikan Snape. Namun, Rowling dengan cerdasnya mengembalikan pemikiran pembaca bahwa Snape merupakan tokoh antagonis di buku-buku selanjutnya. Pembaca pun melupakan sedikit kebaikan Snape, bahkan tidak menyadari bahwa tindakan-tindakan Snape di buku-buku berikutnya merupakan upaya untuk melindungi Harry.

Pada tahun kedua Harry di Hogwarts, ketika Harry dan Ron mendapatkan masalah dengan Flying Ford Anglia dan berusaha masuk ke kastil tanpa ketahuan, Snape malah memergoki mereka yang sedang mengintip di jendela Aula Besar, memarahi mereka, membawa mereka ke kantornya, lalu menghubungi Profesor McGonagall dan Profesor Dumbledore untuk memberikan hukuman pada dua anak itu. Pada cerita ini, Snape tampak sangat jahat dan berusaha mengeluarkan Harry dari Hogwarts, namun sebenarnya ia mencemaskan Harry yang tidak datang dengan kereta api sekolah. Hanya Snape yang peduli dan memperhatikan bahwa Harry belum tiba dan berusaha mencarinya. Hanya Snape yang peduli terhadap berita dari Evening Prophet mengenai kekacauan yang dibuat oleh Flying Ford Anglia itu. Pada tahun yang sama pula, Snape berusaha melindungi Harry dengan membebaskannya dari mantra Tarrantalegra yang dilakukan Malfoy, serta menatap penuh makna ketika mengetahui Harry merupakan parselmouth. Dia mungkin mengkhawatirkan kemampuan Harry itu akan membahayakan Harry sendiri.

Pada tahun ketiga, Severus Snape masih berupaya melindungi Harry namun tetap terlihat jahat. Betapa marahnya ketika dia tahu bahwa Harry berkeliaran di Hogsmeade tanpa izin, sementara ada narapidana yang diduga mengincar nyawa Harry berkeliaran. Selain itu, Severus mengikuti trio ke Shrieking Shack, dan ternyata di sana mereka menjumpai Sirius Black yang masih dianggap narapidana berbahaya yang mengkhianati sahabatnya sendiri (James Potter) serta Remus Lupin yang merupakan werewolf. Tindakan ini lebih terlihat jelas di film ketiga Harry Potter daripada di bukunya.

Snape melindungi trio dari amukan werewolf


Pada tahun keempat, tindakan perlindungan Snape tidak terlalu tampak. Namun Snape selalu terlibat pada setiap momen penyelenggaraan piala api. Mulai dari rapat penentuan apakah Harry Potter diizinkan untuk menjadi salah satu peserta (Snape menentangnya), sampai akhir acara yang memakan korban Cedric Diggory. Snape tampak mencurigai keterlibatan pelahap maut pada acara itu, dan kecurigaannya terbukti. Barty Crouch Jr-lah yang berada di belakang layar untuk membangkitkan kembali Lord Voldemort dan membinasakan Harry Potter.

Pada tahun kelima, Snape lebih sering berada di dekat Harry. Dumbledore memerintahkannya untuk mengajari Harry Oclumency. Snape sering mengingatkan Harry agar tidak menjalin pikiran dengan Voldemort. Snape pun termasuk salah satu anggota Orde Phoenix, hal ini menjadi nilai positifnya di mata Hermione, walau Harry dan Ron masih berpikir negatif tentangnya.Alasan kebencian Snape terhadap Harry yang disebabkan dendamnya terhadap James Potter (yang mulai terkuak pada tahun ketiga Harry), makin diketahui. Harry pun memahami sikap Snape dan menyesal atas sikap ayahnya. Namun percakapannya dengan Siriua tentang hubungan ayahnya dan Snape, menghapus rasa sesal itu. Hubungan Harry dan Snape kembali merenggang, Snape tampak semakin membencinya, karena Harry terpergok sedang masuk ke Pensievenya, bahkan ingatannya yang paling buruk.

Severus remaja sedang dipermalukan James


Masih pada tahun yang sama, Snape berupaya melindungi Harry dari Umbridge dan Voldemort. Snape memberikan Veritaserum palsu pada Marietta Edgecombe, ketika Marietta mengadu pada Umbridge mengenai adanya grup Dumbledore's Army yang dibentuk Harry. Selain itu, Snape-lah yang menghubungi Dumbledore ketika Harry dan teman-temannya pergi ke Kementrian Sihir untuk menyelamatkan Sirius. Tanpa kehadiran Dumbledore saat itu, bisa saja Harry sudah terbunuh.

Pada awal tahun keenam Harry di Hogwarts, lagi-lagi Snape-lah yang mencoba mencari tahu keterlambatan Harry. Lagi-lagi Snape-lah yang menyambut Harry. Sebenarnya tambah terlihat kepedulian Snape terhadap Harry. Namun, lagi-lagi Jo mengemas rahasia besar Snape dengan baik. Snape justru tampak semakin mencari masalah dengan Harry. Apalagi di akhir buku ini, diceritakan bahwa Snape membunuh Dumbledore, mengkhianati Orde Phoenix! Ah, para pembaca semakin dibuat membenci dan mengutuki Snape. Jo is so brilliant!!!

Kebaikan-kebaikan Severus Snape baru terkuak setelah beliau wafat. Hal ini menyebabkan rasa sesal yang mendalam tidak hanya bagi Harry Potter sendiri, namun seluruh pembacanya. Rasa sesal ini menghasilkan rasa simpati, empati, kagum, bahkan cinta kepada tokoh itu melebihi pada tokoh yang lain. Terkuaklah rahasia terbesar Severus Snape, cintanya yang begitu dalam pada Lily Evans, kesetiaannya pada sosok yang ia cintai itu, pengorbanannya, rasa sakitnya, rasa sesal yang disebabkan perilakunya terhadap Lily yang menyebabkan Lily menjauhinya (menyebut Lily "mudblood"), bahkan Lily terbunuh (menyampaikan ramalan Trelawney pada Voldemort, sehingga Voldemort pun mengejar keluarga Potter). Snape menyimpan semua perasaannya rapat-rapat, hanya Dumbledore yang tahu. Namun, sebenarnya kalau diperhatikan, ekspresi wajah Snape yang selalu sama itu (dingin, hampa, kaku, dan terlihat galak), merupakan eksperesi seseorang yang menyimpan luka yang amat dalam dan selalu menyesalinya.

Eksperesi wajah Snape


Severus Snape terlihat dari luar sebagai antek Voldemort di Hogwarts. Jabatannya sebagai Headmaster banyak yang menentang, termasuk Hogwarts sendiri yang awalnya tidak mau menerima lukisannya. Namun, di balik semua itu, ternyata dialah pembela sejati Hogwarts, pelindung tak terlihat, selalu menjaga murid dan rekannya. Berjuang hingga akhir hayat.