Membahas sebuah rumah apa menariknya? Hmm.. Banyak hal menarik tentang sebuah rumah: arsitekturnya, letaknya, nilai historis dan memori para penghuninya. Let see..
Rumah yang didiami oleh kakek nenekku ini merupakan rumah warisan dari orang tua kakek yang sekaligus pamannya nenek (kakek dan nenek adalah saudara sepupu). Aku tidak akan membahas masalah warisan yang belum selesai ini. Lebih baik kita membahas masalah lainnya.
Rumah ini disebut rumah laut, karena letaknya paling dekat dengan sungai Musi dibandingkan 2 rumah lainnya di gang tersebut. Satu deretan dari sebuah gang hanya terdapat 3 rumah lho, namun rumah-rumah itu sangat luas! Rumah yang paling dekat dengan jalan raya disebut rumah darat, lalu dibelakangnya rumah tengah, dan kemudian rumah laut. Di belakang rumah laut barulah terdapat langgar (mushola) yang sebagian pondasinya terbenam di sungai Musi. Hei.. Lihat.. Penyebutan tempat tinggal ini bukan berdasarkan alamatnya tapi ciri khasnya, seperti rumah-rumah di Inggris yang sering aku baca di Novel-novel :-)
Rumah laut ini berdiri sejak tahun 1947, 5 tahun sebelum kakek dan nenek menikah. Berarti umur rumah ini sudah 65 tahun lho! Belum ada perbaikan yang berarti, orang-orang zaman dulu hebat ya membangun rumahnya.
Keunikan rumah ini adalah banyaknya pintu yang harus dilewati untuk masuk ke dalam serta banyaknya ruang yang berfungsi sama. Pertama kali untuk menuju rumah ini kita harus melewati sebuah gerbang, di dalam gerbang tersebut terdapat halaman yang cukup luas, yang dapat dijadikan parkir untuk 4 mobil, kebun pisang, serta kamar mandi. Setelah melalui gerbang tersebut kemudian kita akan melewati sebuah pintu yang di dalamnya terdapat belasan anak tangga untuk dinaiki. Ya, rumah ini seperti rumah di Palembang pada umumnya, rumah panggung! Setelah menaiki tangga tersebut kemudian kita akan menjumpai sebuah pagar menuju ruang paling depan dari rumah ini yang disebut Jabo. Di Jabo terdapat 2 ruang tamu, 1 kamar, dan 1 teras yang menghadap ke halaman. Selain itu juga terdapat 3 jendela kayu yang besar serta foto para habib. Jabo berfungsi untuk menerima tamu yang bukan keluarga dekat dan untuk acara Rumpa-rumpaan (nanti akan kubahas tersendiri).
Untuk memasuki ruangan setelah jabo, kita harus melalui 1 pintu lagi. Tamu yang lebih dekat dengan keluarga biasanya akan diterima di ruang tamu sebelah dalam (tuh kan, ruang tamunya saja ada 3). Ruangan di dalam ini terbagi atas ruang tamu, ruang untuk menonton tv, ruang makan untuk tamu serta 4 kamar tidur. Tiga kamar tidur terletak berderet dengan adanya pintu yang menghubungkan setiap kamar. Kamar paling dekat dengan pintu dari Jabo merupakan kamar yang ditempati pengantin baru sampai ada pengantin baru berikutnya. Karena tante bungsuku yang terakhir menikah, maka kamar itu ditempati dia dan keluarganya. Kamar tengah ditempati kakekku dan kamar ketiga ditempati nenekku. Pintu penghubung di antara kamar tersebut selalu dibuka, jadi walaupun mereka tidak tidur sekamar, mereka tetap dapat saling menjaga. Kamar terakhir disebut kamar kotak-kotak, karena dindingnya bermotif kotak-kotak hijau krem. Kamar ini biasanya kosong kecuali kalau kedatangan.para pemudik :-)
Ruangan paling dalam disebut Buri. Di buri terdapat dapur, 1 toilet, 1 kamar mandi (terpisah dari toilet), tempat mencuci baju, ruang makan keluarga, ruang untuk menyetrika, 1 amben yang di bawahnya terdapat tangga tersembunyi menuju gudang di bawah rumah, serta teras yang menghadap ke sungai Musi.
Oh ya.. Aku tadi belum menceritakan tentang gudang. Yupz, di bawah rumah ini terdapat gudang yang disewakan. Aku paling tidak suka ketika gudang tersebut disewakan untuk kelapa sawit, bau anyirnya naik sampai ke rumah. :-(
Nah itulah pembagian ruangan di rumah ini. Keunikan lainnya dari rumah ini adalah banyaknya jendela kayu yang besar. Total jendela di rumah ini ada 15. Selain itu banyaknya lemari kayu jati berukir yang disebut Bupet. Biasanya bupet dipakai untuk menyimpan pajangan. Tapi ada juga lho bupet yang dijadikan rak buku. Itulah bupet favouritku. Banyak buku lama yang bisa kubaca.. Ah senangnya punya kakek yang juga kutu buku. ;-)
Hal lainnya yang menarik dari rumah ini adalah dipajangnya foto-foto lama bernuansa hitam putih (salah satunya foto pernikahan kakek-nenek) serta silsilah keluarga yang berujung pada Nabi Muhammad SAW. Kakekku keturunan yang ke-40. Selain itu terdapat kursi khusus untuk nenekku yang terletak di buri namun menghadap ke jabo. Nenek seperti ratu duduk di singgasananya, mengatur seluruh kegiatan di rumah, memastikan semuanya berlangsung dengan baik, sambil bertasbih, serta setiap tamu harus menyalaminya di singgasananya itu, hehehe.. Kakekku sih biasanya duduk di kursi goyangnya sambil menonton tv, membaca koran,atau mengisi TTS. Terkadang kakek mengetik dengan mesin tik tuanya.
Kenangan dari rumah ini adalah pernikahan kakek dan nenek yang berlangsung pada November 1952 (hampir 60 tahun, semoga Allah memanjangkan umur mereka, Aamiiiin). Nenekku juga melahirkan kesepuluh anaknya di rumah ini, lalu pernikahan anak-anaknya juga berlangsung di rumah ini. Nenek.ingin sekali aku juga menikah di rumah ini, karena aku cucu pertama yang lahir di Palembang dan sempat dibesarkan di rumah ini. Selain itu rumah ini pernah dipakai untuk perayaan khitanan adik-adikku dan para sepupu. Setiap tahunnya rumsh ini juga dipakai untuk haul Syeikh Abu Bakar bin Salim (leluhurku dari ibu).
Hmm.. Sepertinya benar pernyataan Agatha Christie di novel _Murder in Mesopotamia_ , bahwa mengakhiri suatu tulisan lebih susah daripada mengawalinya -___-"
Semoga penulisan ini bermanfaat, setidaknya untukku ketika pulang ke Jakarta nanti, sekedar melepas rindu.. Juga untuk para sepupu yang tidak.sempat mudik. Foto-foto mengenai rumah ini insyaallah akan kusertakan.
Rumah yang didiami oleh kakek nenekku ini merupakan rumah warisan dari orang tua kakek yang sekaligus pamannya nenek (kakek dan nenek adalah saudara sepupu). Aku tidak akan membahas masalah warisan yang belum selesai ini. Lebih baik kita membahas masalah lainnya.
Rumah ini disebut rumah laut, karena letaknya paling dekat dengan sungai Musi dibandingkan 2 rumah lainnya di gang tersebut. Satu deretan dari sebuah gang hanya terdapat 3 rumah lho, namun rumah-rumah itu sangat luas! Rumah yang paling dekat dengan jalan raya disebut rumah darat, lalu dibelakangnya rumah tengah, dan kemudian rumah laut. Di belakang rumah laut barulah terdapat langgar (mushola) yang sebagian pondasinya terbenam di sungai Musi. Hei.. Lihat.. Penyebutan tempat tinggal ini bukan berdasarkan alamatnya tapi ciri khasnya, seperti rumah-rumah di Inggris yang sering aku baca di Novel-novel :-)
Rumah laut ini berdiri sejak tahun 1947, 5 tahun sebelum kakek dan nenek menikah. Berarti umur rumah ini sudah 65 tahun lho! Belum ada perbaikan yang berarti, orang-orang zaman dulu hebat ya membangun rumahnya.
Keunikan rumah ini adalah banyaknya pintu yang harus dilewati untuk masuk ke dalam serta banyaknya ruang yang berfungsi sama. Pertama kali untuk menuju rumah ini kita harus melewati sebuah gerbang, di dalam gerbang tersebut terdapat halaman yang cukup luas, yang dapat dijadikan parkir untuk 4 mobil, kebun pisang, serta kamar mandi. Setelah melalui gerbang tersebut kemudian kita akan melewati sebuah pintu yang di dalamnya terdapat belasan anak tangga untuk dinaiki. Ya, rumah ini seperti rumah di Palembang pada umumnya, rumah panggung! Setelah menaiki tangga tersebut kemudian kita akan menjumpai sebuah pagar menuju ruang paling depan dari rumah ini yang disebut Jabo. Di Jabo terdapat 2 ruang tamu, 1 kamar, dan 1 teras yang menghadap ke halaman. Selain itu juga terdapat 3 jendela kayu yang besar serta foto para habib. Jabo berfungsi untuk menerima tamu yang bukan keluarga dekat dan untuk acara Rumpa-rumpaan (nanti akan kubahas tersendiri).
Untuk memasuki ruangan setelah jabo, kita harus melalui 1 pintu lagi. Tamu yang lebih dekat dengan keluarga biasanya akan diterima di ruang tamu sebelah dalam (tuh kan, ruang tamunya saja ada 3). Ruangan di dalam ini terbagi atas ruang tamu, ruang untuk menonton tv, ruang makan untuk tamu serta 4 kamar tidur. Tiga kamar tidur terletak berderet dengan adanya pintu yang menghubungkan setiap kamar. Kamar paling dekat dengan pintu dari Jabo merupakan kamar yang ditempati pengantin baru sampai ada pengantin baru berikutnya. Karena tante bungsuku yang terakhir menikah, maka kamar itu ditempati dia dan keluarganya. Kamar tengah ditempati kakekku dan kamar ketiga ditempati nenekku. Pintu penghubung di antara kamar tersebut selalu dibuka, jadi walaupun mereka tidak tidur sekamar, mereka tetap dapat saling menjaga. Kamar terakhir disebut kamar kotak-kotak, karena dindingnya bermotif kotak-kotak hijau krem. Kamar ini biasanya kosong kecuali kalau kedatangan.para pemudik :-)
Ruangan paling dalam disebut Buri. Di buri terdapat dapur, 1 toilet, 1 kamar mandi (terpisah dari toilet), tempat mencuci baju, ruang makan keluarga, ruang untuk menyetrika, 1 amben yang di bawahnya terdapat tangga tersembunyi menuju gudang di bawah rumah, serta teras yang menghadap ke sungai Musi.
Oh ya.. Aku tadi belum menceritakan tentang gudang. Yupz, di bawah rumah ini terdapat gudang yang disewakan. Aku paling tidak suka ketika gudang tersebut disewakan untuk kelapa sawit, bau anyirnya naik sampai ke rumah. :-(
Nah itulah pembagian ruangan di rumah ini. Keunikan lainnya dari rumah ini adalah banyaknya jendela kayu yang besar. Total jendela di rumah ini ada 15. Selain itu banyaknya lemari kayu jati berukir yang disebut Bupet. Biasanya bupet dipakai untuk menyimpan pajangan. Tapi ada juga lho bupet yang dijadikan rak buku. Itulah bupet favouritku. Banyak buku lama yang bisa kubaca.. Ah senangnya punya kakek yang juga kutu buku. ;-)
Hal lainnya yang menarik dari rumah ini adalah dipajangnya foto-foto lama bernuansa hitam putih (salah satunya foto pernikahan kakek-nenek) serta silsilah keluarga yang berujung pada Nabi Muhammad SAW. Kakekku keturunan yang ke-40. Selain itu terdapat kursi khusus untuk nenekku yang terletak di buri namun menghadap ke jabo. Nenek seperti ratu duduk di singgasananya, mengatur seluruh kegiatan di rumah, memastikan semuanya berlangsung dengan baik, sambil bertasbih, serta setiap tamu harus menyalaminya di singgasananya itu, hehehe.. Kakekku sih biasanya duduk di kursi goyangnya sambil menonton tv, membaca koran,atau mengisi TTS. Terkadang kakek mengetik dengan mesin tik tuanya.
Kenangan dari rumah ini adalah pernikahan kakek dan nenek yang berlangsung pada November 1952 (hampir 60 tahun, semoga Allah memanjangkan umur mereka, Aamiiiin). Nenekku juga melahirkan kesepuluh anaknya di rumah ini, lalu pernikahan anak-anaknya juga berlangsung di rumah ini. Nenek.ingin sekali aku juga menikah di rumah ini, karena aku cucu pertama yang lahir di Palembang dan sempat dibesarkan di rumah ini. Selain itu rumah ini pernah dipakai untuk perayaan khitanan adik-adikku dan para sepupu. Setiap tahunnya rumsh ini juga dipakai untuk haul Syeikh Abu Bakar bin Salim (leluhurku dari ibu).
Hmm.. Sepertinya benar pernyataan Agatha Christie di novel _Murder in Mesopotamia_ , bahwa mengakhiri suatu tulisan lebih susah daripada mengawalinya -___-"
Semoga penulisan ini bermanfaat, setidaknya untukku ketika pulang ke Jakarta nanti, sekedar melepas rindu.. Juga untuk para sepupu yang tidak.sempat mudik. Foto-foto mengenai rumah ini insyaallah akan kusertakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar