Kamis, 30 Agustus 2012

Pernikahan ala Arab-Palembang (2)

Setelah hari mungga, malamnya ada acara gadisan (malam seribu bintang), yaitu acara untuk teman-teman sang pengantin. Pengantin pria akan didaulat teman-temannya untuk menari Zapin diiringi musik gambus di luar rumah pengantin wanita. Sementara pengantin wanita berada di dalam rumah bersama teman-teman wanitanya. Umumnya tamu yang datang adalah bujang dan gadis atau pasangan yanga baru.menikah namun tetap berada di.ruang yang terpisah antar jenis.kelamin. Sekarang sudah jarang ditemui pengantin yang menggelar acara ini, karena terlalu lelah setelah acara seharian atau karena memanggil rombongan pemain gambus memakan biaya yang cukup besar. Oh ya, sang pengantin tetap memakai baju pengantin lho.. walaupun bukan aesan gede, bisa saja baju adat daerah lain atau baju pengantin muslim.

Keesokan harinya atau lusanya, kembali digelar acara untuk para ibu-ibu (keluarga dan teman-teman ibu kedua mempelai). Acara ini disebut Paci'an (Paci' merupakan panggilan untuk wanita Arab di Palembang). Acara Paci'an ini umumnya digelar di rumah pengantin wanita (namun bisa.juga di rumah pengantin pria, tergantung kesepakatan dan tempat tinggal sang pengantin setelah acara mungga). Keluarga besan yang datang akan membawa ampar-amparan (barang hantaran) yang berupa barang-barang kebutuhan pokok dan kue-kue. Pada acara ini, pasangan pengantin memakai baju slayer (baju pengantin internasional). Acara didahului dengan pembacaan sholawat dan marhaban (penyambutan Ruh Rasulullah yang diyakini hadir): Marhaban ya Nurul 'aini.. Marhaban.. Marhaban.. Marhaban ya Jaddal Husaini...Marhaban.. Marhaban. Pada acara Marhaban ini semua orang berdiri sambil mengangkat.kedua tangan seperti berdoa. Setelah itu pengantin pria diperbolehkan masuk. Acara pun dilanjutkan dengan ceramah pernikahan yang dibawakan oleh seorang ustadzah. Sang pengantin pria hanya satu-satunya pria dewasa di ruangan itu. Para tamu sama seperti.di acara Mungga maupun gadisan, duduk di karpet. Kemudian.makanan pun dihidangkan. Biasanya yang dihidangkan adalah.makanan khas Palembang seperti pempek atau tekwan.

Pasangan baru akan tinggal beberapa hari di tempat aca Paci'an.dilangsungkan (umumnya rumah pengantin wanita). Setelah itu kemudian pengantin akan dijemput oleh keluarga mempelai pria dan diadakan kembali acara yang disebut Jemputi (seperti Ngunduh Mantu). Acara ini umumnya lebih sederhana dibanding acara-acara sebelumnya dan hanya dihadiri keluarga terdekat. Sekianlah prosesi pernikahan ala Arab-Palembang.

NB:
1. Karena tamy yang hadir untuk.melihat pengantin wanita hanyalah.sesama wanita, maka pengantin yg
berjilbab diperbolehkan (kalau dia.mau) untuk memakai baju pengantin tanpa jilbab namun tetap sopan.
2. Ampar-amparan dibawa oleh keluarga besan (yang tidak mengadakan acara Paci'an). Jadi kalau acara Paci'an diadakan oleh keluarga pengantin wanita, maka ampar-amparan dibawa oleh keluarga pengantin pria, begitu juga sebaliknya. Ampar-amparan ini dibawa secara konvoi oleh pihak besan (bisa berjalan kaki, naik becak, getek, atau mobil).
3. Antara acara Paci'an dan Jemputi, kedua mempelai akan diantarkan berkeliling untuk berkenalan dengan keluarga mempelai wanita. Setelah acara jemputi, mereka diantarkan berkeliling ke rumah-rumah keluarga pengantin pria untuk diperkenalkan. Namun adat ini sudah sangat jarang dilakukan.

Jadi besan (bawa ampar-amparan)


Acara Marhaban


Hidangan yang disajikan pada acara Paci'an


Sang mempelai pada acara Paci'an


Konvoi besan dengan menggunakan becak


Bersama sang mempelai yang cantik

Pernikahan ala Arab-Palembang (1)

Maunya ngepost ini sejak di Palembang kemaren, eh baru sempet sekarang.. ^__^ Masih membahasa adat istiadat orang Arab-Palembang nih yg lagi-lagi agak berbeda dengan keturunan Arab lainnya atau dengan orang Palembangnya sendiri, ada kulturasi sih.

Para pemuda pemudi Arab di Palembang umumnya masih menjalani perjodohan atau berkenalan singkat kemudian.menikah, jarang yang berpacaran. Yang dimaksud dengan perjodohan adalah ketika sang pemuda atau pemudi dinilai siap dan bersedia menikah oleh orang tuanya, maka ia akan ditanya apakah sudah punya calon, jika belum maka orang tuanya yang akan mencarikan. Orang tuanya akan memilihkan beberapa calon yang kemudian dibiarkan sang anak yang menyeleksi sendiri. Calon pasangan ini harus keturunan Arab juga (terutama wanita harus menikah dengan pria keturunan Arab). Jika sudah sama-sama saling cocok, maka orang tua sang pemuda akan segera melamar. Biasanya tidak lama setelah proses lamaran (1-6 bulan), acara pernikahan pun dilangsungkan.

Pada malam sebelum acara pernikahan dilangsungkan, digelar acara Beda'i (semacam midodareni) di rumah calon mempelai wanita. Sang calon pengantin menjalani prosesi untuk dipercantik seperti betangas (semacam ratus), diluluri oleh para tetua wanita (ibu, calon ibu mertua, tante, dan neneknya), tangan dan kakinya dihias hena. Pada malam yang sama sang calon pengantin melepas masa gadisnya dengan mengundang teman-temannya, lalu mereka pun bernari dan bersenang-senang (rahatan).

Keesokan harinya pun ijab qabul dilaksanakan. Ijab qabul pada akad menggunakan bahasa Arab:
Ijab: Audzubillahiminasyaithonnirojiim, Bismillahirrohmanirrohim. Yaa Sayid ... ..... bin ......... ....... ankahtuka wa zawwajtuka wa mahtubataka bintiy Syarifah ...... ...... 'alal mahri haalan (mi'ah alf rubiah).
Qabul:
Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq.
Ijab qabul ini hanya dihadiri para pria, pengantin wanita dan para wanita lainnya berada di tempat terpisah. Berkat kecanggihan teknologi sekarang ini, para wanita dapat menyaksikan ijab qabul tersebut melalui video atau cctv. Pada ijab qabul ini, sang penganten mengenakan aesan gede (baju adat Palembang berwarna merah & emas). Setelah ijab qabul dilaksanakan maka diucapkanlah doa-doa. Ini adalah salah satu waktu makbulnya doa, karena para malaikat ikut meng-amin-kan.

Selanjutnya pengantin pria diarak (diantarkan ke tempat pengantin wanita dengan digendong atau.digandeng dan diiring tabuhan rebana/marawis dengan lagu-lagu berupa sholawat nabi). Sesampainya di tempat pengantin wanita, maka sang pengantin wanita akan mencium tangan suaminya, dan sang suami mencium kening istrinya seraya mengucapkan doa puji syukur. Kemudian dilakukan prosesi cacapan, yaitu para tetua wanita (nenek dan ibu mempelai) mengusap ubun-ubun kedua mempelai dengan air bunga seraya mengucapkan doa bagi pasangan baru itu. Posisi mempelai adalah duduk bersimpuh di lantai. Mempelai perempuan di depan, sementara mempelai lelaki di belakangnya. Setelah itu pasangan baru ini duduk di kuade (kursi singgasana adat Palembang) untuk menyambut tamu. Acara hari itu disebut Mungga. Tamu yang datang adalah wanita, karena wanita dan pria tidak boleh bercampur. Tamu pria sudah datang di acara ijab qabul. Para tamu duduk di karpet mengisi ruangan-ruangan di rumah pengantin wanita. Hidangan yang disajikan biasanya nasi kebuli beserta lauknya (daging kambing, acar, sambal nanas), air mineral dan buah (pisang atau jeruk) yang diletakkan di dalam 1 nampan besar untuk setiap 3-4 orang. Atau bisa juga makanan lainnya yang dibagikan per piring. Jadi hanya ada 1 jenis makanan pada acara itu.

aesan gede pengantin wanita


Pengantin pria diarak


Sang pengantin baru mencium tangan suaminya


Cacapan


Nasi Kebuli

Jumat, 24 Agustus 2012

Cucu-cucu Habib Gasim Syehbubakar dan Syarifah Zainab Syeikhbubakar

Pagi ini aku akan membahas para cucu kakek-nenekku. Cucu kakek nenek ada 29 orang, 2 di antaranya sudah berpulang, Allah Yarhamhumaa. Keunikan kami adalah banyak di antara kami yang memiliki nama sama.

Kakak sepupu yang sulung memiliki nama yang sama dengan almarhumah tante bungsu, karena hari kelahirannya bertepatan dengan wafatnya tanteku itu. Tidak terbayangkan perasaan nenek waktu itu, mendapat cucu pertama namun kehilangan anak bungsu... Nama mereka: Yasmin (bunga melati).

Adiknya kak Yasmin bernama Fatimah (alm). Nama Fatimah juga dipakai menjadi nama adik sepupuku yang bungsu: Fatimah Azzahra (Fatira). Adik berikutnya dari Kak Yasmin bernama Khadijah (alm). Namanya juga diambil untuk putri bungsu Kak Yasmin. Lalu adik bungsu Kak Yasmin bernama sama

Selain itu, aku memiliki 2 sepupu bernama Fadhillah (yang diambil dari nama tanteku yang wafat sewaktu bayi), 2 sepupu bernama Rayhan, adikku bernama sama dengan sepupuku yang lain: Lutfi.

Rumah Kakek-Nenekku (3)

Garangan (teras) yang menghadap sungai


Atap Langgar di depan rumah


Pemandangan dari Garangan (kapal batu bara lewat)


Ruang makan keluarga


Amben dan ruang setrika


Dapur


Singgasana nenek


Toilet dan kamar mandi


Pintu tembus dari kamar nenek ke dapur

Foto-foto rumah kakek-nenekku (2)

Jero (ruang tengah)


Tiga kamar yang berderet


Kamar kotak-kotak


Pintu penghubung dari kamar nenek ke kamar kakek


Bupet favouritku (penuh buku)


Silsilah keluarga yang berpangkal dari Rasulullah SAW (pure blood nih ^__^)

FOTO-FOTO RUMAH KAKEK-NENEKKU (1)

Gerbang paling luar,
,

Pintu dan tangga menuju rumah,
,

Pagar di tangga menuju Jabo,
,

Jabo (dengan 2 ruang tamu),
,

Pintu menuju Jero (ruang tengah),
,

Kamar di Jabo,
,

Pintu menuju garangan (teras) yang menghadap halaman,
,

Salah satu dari 15 jendela,


Kamis, 23 Agustus 2012

Rumpa-rumpaan

Adakah yang pernah mendengar istilah rumpa-rumpaan? Mungkin sangat sedikit orang yang mengenal istilah ini. Karena rumpa-rumpaan merupakan tradisi yang dilakukan kaum tertentu, yaitu sekelompok Arab keturunan Rasulullah SAW yang tinggal di Palembang. Orang-orang Arab keturunan Rasulullah ini selanjutnya disebut Baalwy. Baalwy Palembang memiliki tradisi unik yang tidak terdapat di kota-kota lain.

Aku sendiri merupakan Baalwy Palembang yang tinggal di Jakarta, dan aku tidak pernah menjumpai tradisi itu di ibukota. Hmm.. Apa sih sebenarnya rumpa-rumpaan?

Rumpa-rumpaan adalah tradisi yang dilakukan sekelompok pria Baalwy Palembang setelah menunaikan ibadah sholat Iedul Fitri. Begitu keluar dari masjid atau rumah besar yang dijadikan tempat sholat, mereka lalu turun ke jalan mengunjungi setiap rumah yang dimiliki kelompok itu. Karena anggotanya cukup banyak, kegiatan ini biasanya berlangsung sampai 2 hari. Perharinya hanya berlangsung sampai jam makan siang, karena setelah itu para wanitalah yang akan pergi mengunjungi rumah sanak saudara.

Pada setiap rumah yang dikunjungi, mereka membaca sholawat untuk Rasulullah SAW (Allahumma sholliy 'ala nabiy). Kemudian mereka mendoakan sang empunya rumah beserta keluarganya. Terakhir mereka menyantap makanan dan minuman yang disajikan. Makanan minuman yang disajikan di tiap rumah berbeda-beda, berasal dari kuliner Palembang & Arab yang variatif. Setelah itu mereka turun dari rumah tersebut dan naik ke rumah berikutnya. Yah seperti yang telah kujelaskan pada tulisan sebelumnya, rumah-rumah di Palembang umumnya merupakan rumah panggung.

Mari kita membahas sedikit mengenai makanan dan minuman yang disajikan. Kuliner yang disajikan antara lain berbagai jenis pempek (di setiap rumah bisa saja berbeda: pempek telok, lenjer, adaan, dan lain-lain), tekwan, model gendum, model iwak, laksan, kue 8 jam, kue maksuba, kue kak ketan, kue bangkit, satu kacang, satu sagu, satu asem, lempok, bahkan nasi kebuli. Minumannya antara lain es kacang merah, kopi jahe dan es krim duren. Nah yang terakhir itu sajian khas dari rumah kakekku, Es krim duren buatan kakek sendiri ;-)

Sewaktu kecil (kira-kira umur 3-6 tahun) aku sering diajak abah rumpa-rumpaan. Mungkin abah ingin memperkenalkan tradisi itu. Hal yang menyenangkan untukku sih hanya menikmati kulinernya, hehe..

Setelah zhuhur, ketika para pria sudah kembali ke rumah, barulah para wanita mengunjungi rumah sanak saudara. Tidak sebanyak rumah yang dikunjungi para pria tentunya.

Tradisi rumpa-rumpaan ini sangat menarik, silaturahim terjalin sangat erat dan islami (pria dan wanita tidak bercampur, serta adanya doa-doa yang diucapkan). Para Baalwy Palembang masih menjaga tradisi ini hingga kini dan dibahas di koran Sumatra Express dengan sebutan Sanjo (mengunjungi).

Rumah kakek-nenekku

Membahas sebuah rumah apa menariknya? Hmm.. Banyak hal menarik tentang sebuah rumah: arsitekturnya, letaknya, nilai historis dan memori para penghuninya. Let see..

Rumah yang didiami oleh kakek nenekku ini merupakan rumah warisan dari orang tua kakek yang sekaligus pamannya nenek (kakek dan nenek adalah saudara sepupu). Aku tidak akan membahas masalah warisan yang belum selesai ini. Lebih baik kita membahas masalah lainnya.

Rumah ini disebut rumah laut, karena letaknya paling dekat dengan sungai Musi dibandingkan 2 rumah lainnya di gang tersebut. Satu deretan dari sebuah gang hanya terdapat 3 rumah lho, namun rumah-rumah itu sangat luas! Rumah yang paling dekat dengan jalan raya disebut rumah darat, lalu dibelakangnya rumah tengah, dan kemudian rumah laut. Di belakang rumah laut barulah terdapat langgar (mushola) yang sebagian pondasinya terbenam di sungai Musi. Hei.. Lihat.. Penyebutan tempat tinggal ini bukan berdasarkan alamatnya tapi ciri khasnya, seperti rumah-rumah di Inggris yang sering aku baca di Novel-novel :-)

Rumah laut ini berdiri sejak tahun 1947, 5 tahun sebelum kakek dan nenek menikah. Berarti umur rumah ini sudah 65 tahun lho! Belum ada perbaikan yang berarti, orang-orang zaman dulu hebat ya membangun rumahnya.

Keunikan rumah ini adalah banyaknya pintu yang harus dilewati untuk masuk ke dalam serta banyaknya ruang yang berfungsi sama. Pertama kali untuk menuju rumah ini kita harus melewati sebuah gerbang, di dalam gerbang tersebut terdapat halaman yang cukup luas, yang dapat dijadikan parkir untuk 4 mobil, kebun pisang, serta kamar mandi. Setelah melalui gerbang tersebut kemudian kita akan melewati sebuah pintu yang di dalamnya terdapat belasan anak tangga untuk dinaiki. Ya, rumah ini seperti rumah di Palembang pada umumnya, rumah panggung! Setelah menaiki tangga tersebut kemudian kita akan menjumpai sebuah pagar menuju ruang paling depan dari rumah ini yang disebut Jabo. Di Jabo terdapat 2 ruang tamu, 1 kamar, dan 1 teras yang menghadap ke halaman. Selain itu juga terdapat 3 jendela kayu yang besar serta foto para habib. Jabo berfungsi untuk menerima tamu yang bukan keluarga dekat dan untuk acara Rumpa-rumpaan (nanti akan kubahas tersendiri).

Untuk memasuki ruangan setelah jabo, kita harus melalui 1 pintu lagi. Tamu yang lebih dekat dengan keluarga biasanya akan diterima di ruang tamu sebelah dalam (tuh kan, ruang tamunya saja ada 3). Ruangan di dalam ini terbagi atas ruang tamu, ruang untuk menonton tv, ruang makan untuk tamu serta 4 kamar tidur. Tiga kamar tidur terletak berderet dengan adanya pintu yang menghubungkan setiap kamar. Kamar paling dekat dengan pintu dari Jabo merupakan kamar yang ditempati pengantin baru sampai ada pengantin baru berikutnya. Karena tante bungsuku yang terakhir menikah, maka kamar itu ditempati dia dan keluarganya. Kamar tengah ditempati kakekku dan kamar ketiga ditempati nenekku. Pintu penghubung di antara kamar tersebut selalu dibuka, jadi walaupun mereka tidak tidur sekamar, mereka tetap dapat saling menjaga. Kamar terakhir disebut kamar kotak-kotak, karena dindingnya bermotif kotak-kotak hijau krem. Kamar ini biasanya kosong kecuali kalau kedatangan.para pemudik :-)

Ruangan paling dalam disebut Buri. Di buri terdapat dapur, 1 toilet, 1 kamar mandi (terpisah dari toilet), tempat mencuci baju, ruang makan keluarga, ruang untuk menyetrika, 1 amben yang di bawahnya terdapat tangga tersembunyi menuju gudang di bawah rumah, serta teras yang menghadap ke sungai Musi.

Oh ya.. Aku tadi belum menceritakan tentang gudang. Yupz, di bawah rumah ini terdapat gudang yang disewakan. Aku paling tidak suka ketika gudang tersebut disewakan untuk kelapa sawit, bau anyirnya naik sampai ke rumah. :-(

Nah itulah pembagian ruangan di rumah ini. Keunikan lainnya dari rumah ini adalah banyaknya jendela kayu yang besar. Total jendela di rumah ini ada 15. Selain itu banyaknya lemari kayu jati berukir yang disebut Bupet. Biasanya bupet dipakai untuk menyimpan pajangan. Tapi ada juga lho bupet yang dijadikan rak buku. Itulah bupet favouritku. Banyak buku lama yang bisa kubaca.. Ah senangnya punya kakek yang juga kutu buku. ;-)

Hal lainnya yang menarik dari rumah ini adalah dipajangnya foto-foto lama bernuansa hitam putih (salah satunya foto pernikahan kakek-nenek) serta silsilah keluarga yang berujung pada Nabi Muhammad SAW. Kakekku keturunan yang ke-40. Selain itu terdapat kursi khusus untuk nenekku yang terletak di buri namun menghadap ke jabo. Nenek seperti ratu duduk di singgasananya, mengatur seluruh kegiatan di rumah, memastikan semuanya berlangsung dengan baik, sambil bertasbih, serta setiap tamu harus menyalaminya di singgasananya itu, hehehe.. Kakekku sih biasanya duduk di kursi goyangnya sambil menonton tv, membaca koran,atau mengisi TTS. Terkadang kakek mengetik dengan mesin tik tuanya.

Kenangan dari rumah ini adalah pernikahan kakek dan nenek yang berlangsung pada November 1952 (hampir 60 tahun, semoga Allah memanjangkan umur mereka, Aamiiiin). Nenekku juga melahirkan kesepuluh anaknya di rumah ini, lalu pernikahan anak-anaknya juga berlangsung di rumah ini. Nenek.ingin sekali aku juga menikah di rumah ini, karena aku cucu pertama yang lahir di Palembang dan sempat dibesarkan di rumah ini. Selain itu rumah ini pernah dipakai untuk perayaan khitanan adik-adikku dan para sepupu. Setiap tahunnya rumsh ini juga dipakai untuk haul Syeikh Abu Bakar bin Salim (leluhurku dari ibu).

Hmm.. Sepertinya benar pernyataan Agatha Christie di novel _Murder in Mesopotamia_ , bahwa mengakhiri suatu tulisan lebih susah daripada mengawalinya -___-"

Semoga penulisan ini bermanfaat, setidaknya untukku ketika pulang ke Jakarta nanti, sekedar melepas rindu.. Juga untuk para sepupu yang tidak.sempat mudik. Foto-foto mengenai rumah ini insyaallah akan kusertakan.

PERLUNYA MUDIK

PERLUNYA MUDIK

Mudik... Adalah suatu kata yang akan terdengar menjelang Hari Raya Idul Fitri, yaitu kembalinya kaum urban ke kampung halaman masing-masing, untuk merayakannya bersama keluarga. Mudik mungkin hanya tradisi yang terdapat di Indonesia. Hmm.. Menarik.. Kenapa ya? Apakah ini indikasi bahwa penyebaran penduduk terpusat di pulau Jawa, terutama ibukota negara? Seakan-akan semua orang datang ke Jakarta untuk mencari nafkah, lalu setahun sekali pulang untuk mengistirahatkan jiwa raga di kampung halaman.

Yaah.. Beristirahat.. Ini adalah salah satu tujuan mudik! Di kampung halaman tentunya para urban boleh sedikit melepaskan diri dari penat bekerja sepanjang tahun dan memperoleh semangat baru untuk 1 tahun ke depan.
Berkumpul dengan keluarga dan handai taukan merupakan cara terbaik untuk mengisi kembali energi dan semangat tersebut.
Keluarga (bahkan orang-orang yang sama) di ibukota dan kampung halaman dapat menunjukkan perilaku berbeda, akan jauh lebih akrab di kampung halaman.
Pertemuan keluarga di ibukota biasanya akan berlangsung singkat, hanya beberapa jam dan diisi oleh obrolan-obrolan singkat serta makan-makan. Sementara di kampung halaman, mereka menginap di 1 rumah, dan bebas bercengkrama sepanjang hari.

Selain silaturrahmi dan beristirahat, mudik juga bertujuan mengenang kisah-kisah lama. Bepergian ke tempat-tempat yang memiliki memori tertentu, memakan makanan yang hanya ada di kampung halaman, dan bertemu dengan sahabat-sahabat lama. Hal ini juga dapat kembali mengisi semangat untuk tahun selanjutnya.

Heiii.. Itu sepertinya hanya berlaku untuk para orang tua yang kembali ke kampung halamannya ya? Bagaimana dengan para remaja dan muda-mudi yang ikut ke kampung halaman orang tuanya? Apakah akan terasa membosankan, karena sudah terbiasa dengan kehidupan ibukota yang serba "wah", sementara kampung halaman sangat sederhana???

Aah.. Seharusnya tidak begitu. Menghirup udara yang bebas polusi, menikmati keindahan alam yang masih asri, menikmati dongeng dan.kisah-kisah tempo dulu dari nenek dan kakek, serta bercengkerama dengan para sepupu merupakan hal-hal yang tidak akan didapatkan di ibukota.

Oh ya.. Siapa tau bertemu dengan jodoh di kampung halaman.. Hehe..