Begitu membaca judul di atas mungkin sebagian orang akan bilang: "Yaelah.. kemana aja Cha? Baru tau Cha?" Atau anggota kelompok itu mungkin akan berkata: "Ya, Benar.. Terus kenapa? Ada yang salah? Masalah buat lo?"
Dibilang baru tahu sih ga juga ya.. sudah lama menduga, tapi aku berusaha ga berpikir sejauh itu karena takut salah sangka (walau ternyata benar). Ga masalah sih buat aku, hanya agak kecewa ya.. koq berkedok pengajian gitu.
Aku sebut di sini Pengajian Lingkaran (PL) saja ya, walau ada istilah khususnya. Aku menulis berdasarkan pengalaman dan pendapatku serta cerita seorang teman yang baru saja menceritakan hal ini kepadaku tadi sore.
Aku sudah mengenal PL sejak SMA, awalnya PL menurutku merupakan semacam pembinaan agama Islam pada murid-murid baru dari kakak kelasnya yang tergabung di ROHIS. Pembinaan itu berupa pembacaan Al-Qur'an dan penjelasan agama yang diberikan secara berkelompok. Satu kelompok kurang lebih 10 orang, dan mereka duduk secara melingkar, oh ya jenis kelamin yang berbeda dipisahkan ya. Aku sempat mengikutinya selama beberapa waktu (tidak sampai 1 tahun sih). Aku kemudian dilarang orang tua untuk mengikuti kegiatan itu. Abah memang agak keras, karena takut anaknya mendapatkan pemahaman agama yang keliru. Alhamdulillah, aku pernah mendapatkan pelajaran agama Islam sejak Ibtidaiyyah (SD) sampai Tsanawiyyah (SMP). Jadi sebetulnya aku sudah mengerti tentang materi-materi yang diajarkan di PL itu, dan sejauh yang aku ikuti tidak ada yang menyimpang, cuma ya nurut aja, karena ga boleh aku ga nerusin deh.
Sewaktu masuk kuliah S1, Aku kembali bertemu dengan PL ini sebagai bagian dari Orientasi Pengenalan Kampus. Cara kerjanya persis seperti waktu SMA, namun akan ada "naik levelnya". Karena dianggap pengetahuan agamaku cukup baik, maka aku paling cepat naik level, baru beberapa bulan aku sudah dikirim ke level universitas, namun aku tidak ikuti. Dipanggil yang kedua kalinya pun masih tidak kutanggapi karena memang tidak diizinkan. Namun aku tetap berhubungan baik dengan kakak pembimbing dan teman-teman. Kesempatan itu datang lagi sewaktu aku S2, baru-baru ini. Aku sudah mau mengikuti PL, karena aku diajak sahabat yang aku percayai, dan teman-teman baru yang kutemui di sana memang baik-baik. Sayangnya sang pembimbing menolakku karena dianggap dari 0 (masalah keterikatan atau ketekada hati karena dianggap hampir tidak pernah mengikuti PL sebelumnya, padahal secara materi aku bisa mengikuti). Aku diminta bergabung di kelompol pemula. Aku menolak karena merasa akan asing kalau tidak ada teman yang kukenal sebelumnya. Yah jadilah aku tidak mengikuti PL dengan semestinya lagi.
Karena hampir tidak mengikuti PL kecuali waktu-waktu awal masa SMA dan kuliah, yang aku tahu dan pahami tentang PL adalah pembacaan Al-Qur'an, sharing ilmu agama (gonta ganti antara tafsir, fiqih, sejarah Islam, dsb), serta sharing keadaan hati, diri, dan kuliah (curhat-curhatan dengan kakak mentor) dalam upaya saling menjaga iman. Yah memang sih sempat dengar kabar bahwa bisa cari jodoh juga tuh dengan jalan ta'aruf dan tuker2an CV gitu. Beberapa teman yang aktif PL sampai jadi mentor buat junior sih memang terlihat sangat membela satu partai tertentu. Aku sih sebetulnya tidak mau berpikiran bahwa mereka kader partai itu atau bahkan berpikiran bahwa PL merupakan ajang kaderisasi partai itu, sampai mendengar cerita temanku tadi.
Temanku bercerita mulai dari awal, yaitu PL diawali dari sekelompok alumni Universitas Islam dari timur tengah yang berusaha memperbaiki generasi bangsa dengan memberikan bimbingan agama kepada adik-adiknya, seperti yang mereka dapatkan dari negeri-negeri Islam itu. Kemudian pengajian tambah besar dan dapat dijadikan gerakan. Gerakan ini berusaha menyerupai gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Gerakan ini sebenarnya masih gerakan yang "lurus", belum dikotori kepentingan apapun. Sampai akhirnya pada masa reformasi, beberapa dari mereka setuju untuk membentuk partai (walau masih diwarnai kontroversi, ada yang tidak begiti setuju untuk membentuk partai). Yah kemudian partai tersebut masih berdiri sampai saat ini meski ada pergantian nama.
Nah seiring dengan berjalannya waktu, PL pun berubah perlaham menjadi ajang pengkaderan partai itu. Yang diajarkan di sana lebih banyak mengenai hal ihwal jamaah (perkumpulan) dibanding masalah-masalah keagamaan yang lain. Temanku itu agak kecewa, karena ia berpikir awalnya dengan ia mengaji, maka mendapatkan ilmu agama yang lebih, namun hanya sekedar ilmu agama tentang gerakan perkumpulan itu.
Bahkan menurut temanku, dia diwajibkan untuk mematuhi perintah dari kelompok itu, kalau tidak mengikuti maka dia dianggap berdosa dan bisa saja didenda. Misalnya saja dalam pemilu maupun pilkada. Kalau memilih yang tidak didukung partai itu maka dianggap berdosa. Temanku itu mengeluarkan pendapat yang berasal dari kelompok itu: "Lebih baik sama-sama tercebur lumpur daripada bersih sendirian. Selain ada dosa pribadi, ada juga dosa kelompok". Astaghfirullah.. aku tidakvmenyangka bahwa mereka sampai segitunya dan bersyukur mematuhi kata-kata abah.
Tulisan ini aku buat tidak dengan maksud menyinggung kalian yang masih tergabung pada gerakan dan partai itu. Aku hanya berharap dan berdoa bahwa kalian bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Salah satunya adalah tidak mengkultuskan seseorang sampai menjadi malaikat dengan yakin bahwa dia tidak bersalah sama sekali dari suatu hal. Manusia tetaplah manusia, tidak lepas dari khilaf, begitupun dengan saya. Kita istighfar saja, Astaghfirullahal'adzim.
Dibilang baru tahu sih ga juga ya.. sudah lama menduga, tapi aku berusaha ga berpikir sejauh itu karena takut salah sangka (walau ternyata benar). Ga masalah sih buat aku, hanya agak kecewa ya.. koq berkedok pengajian gitu.
Aku sebut di sini Pengajian Lingkaran (PL) saja ya, walau ada istilah khususnya. Aku menulis berdasarkan pengalaman dan pendapatku serta cerita seorang teman yang baru saja menceritakan hal ini kepadaku tadi sore.
Aku sudah mengenal PL sejak SMA, awalnya PL menurutku merupakan semacam pembinaan agama Islam pada murid-murid baru dari kakak kelasnya yang tergabung di ROHIS. Pembinaan itu berupa pembacaan Al-Qur'an dan penjelasan agama yang diberikan secara berkelompok. Satu kelompok kurang lebih 10 orang, dan mereka duduk secara melingkar, oh ya jenis kelamin yang berbeda dipisahkan ya. Aku sempat mengikutinya selama beberapa waktu (tidak sampai 1 tahun sih). Aku kemudian dilarang orang tua untuk mengikuti kegiatan itu. Abah memang agak keras, karena takut anaknya mendapatkan pemahaman agama yang keliru. Alhamdulillah, aku pernah mendapatkan pelajaran agama Islam sejak Ibtidaiyyah (SD) sampai Tsanawiyyah (SMP). Jadi sebetulnya aku sudah mengerti tentang materi-materi yang diajarkan di PL itu, dan sejauh yang aku ikuti tidak ada yang menyimpang, cuma ya nurut aja, karena ga boleh aku ga nerusin deh.
Sewaktu masuk kuliah S1, Aku kembali bertemu dengan PL ini sebagai bagian dari Orientasi Pengenalan Kampus. Cara kerjanya persis seperti waktu SMA, namun akan ada "naik levelnya". Karena dianggap pengetahuan agamaku cukup baik, maka aku paling cepat naik level, baru beberapa bulan aku sudah dikirim ke level universitas, namun aku tidak ikuti. Dipanggil yang kedua kalinya pun masih tidak kutanggapi karena memang tidak diizinkan. Namun aku tetap berhubungan baik dengan kakak pembimbing dan teman-teman. Kesempatan itu datang lagi sewaktu aku S2, baru-baru ini. Aku sudah mau mengikuti PL, karena aku diajak sahabat yang aku percayai, dan teman-teman baru yang kutemui di sana memang baik-baik. Sayangnya sang pembimbing menolakku karena dianggap dari 0 (masalah keterikatan atau ketekada hati karena dianggap hampir tidak pernah mengikuti PL sebelumnya, padahal secara materi aku bisa mengikuti). Aku diminta bergabung di kelompol pemula. Aku menolak karena merasa akan asing kalau tidak ada teman yang kukenal sebelumnya. Yah jadilah aku tidak mengikuti PL dengan semestinya lagi.
Karena hampir tidak mengikuti PL kecuali waktu-waktu awal masa SMA dan kuliah, yang aku tahu dan pahami tentang PL adalah pembacaan Al-Qur'an, sharing ilmu agama (gonta ganti antara tafsir, fiqih, sejarah Islam, dsb), serta sharing keadaan hati, diri, dan kuliah (curhat-curhatan dengan kakak mentor) dalam upaya saling menjaga iman. Yah memang sih sempat dengar kabar bahwa bisa cari jodoh juga tuh dengan jalan ta'aruf dan tuker2an CV gitu. Beberapa teman yang aktif PL sampai jadi mentor buat junior sih memang terlihat sangat membela satu partai tertentu. Aku sih sebetulnya tidak mau berpikiran bahwa mereka kader partai itu atau bahkan berpikiran bahwa PL merupakan ajang kaderisasi partai itu, sampai mendengar cerita temanku tadi.
Temanku bercerita mulai dari awal, yaitu PL diawali dari sekelompok alumni Universitas Islam dari timur tengah yang berusaha memperbaiki generasi bangsa dengan memberikan bimbingan agama kepada adik-adiknya, seperti yang mereka dapatkan dari negeri-negeri Islam itu. Kemudian pengajian tambah besar dan dapat dijadikan gerakan. Gerakan ini berusaha menyerupai gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Gerakan ini sebenarnya masih gerakan yang "lurus", belum dikotori kepentingan apapun. Sampai akhirnya pada masa reformasi, beberapa dari mereka setuju untuk membentuk partai (walau masih diwarnai kontroversi, ada yang tidak begiti setuju untuk membentuk partai). Yah kemudian partai tersebut masih berdiri sampai saat ini meski ada pergantian nama.
Nah seiring dengan berjalannya waktu, PL pun berubah perlaham menjadi ajang pengkaderan partai itu. Yang diajarkan di sana lebih banyak mengenai hal ihwal jamaah (perkumpulan) dibanding masalah-masalah keagamaan yang lain. Temanku itu agak kecewa, karena ia berpikir awalnya dengan ia mengaji, maka mendapatkan ilmu agama yang lebih, namun hanya sekedar ilmu agama tentang gerakan perkumpulan itu.
Bahkan menurut temanku, dia diwajibkan untuk mematuhi perintah dari kelompok itu, kalau tidak mengikuti maka dia dianggap berdosa dan bisa saja didenda. Misalnya saja dalam pemilu maupun pilkada. Kalau memilih yang tidak didukung partai itu maka dianggap berdosa. Temanku itu mengeluarkan pendapat yang berasal dari kelompok itu: "Lebih baik sama-sama tercebur lumpur daripada bersih sendirian. Selain ada dosa pribadi, ada juga dosa kelompok". Astaghfirullah.. aku tidakvmenyangka bahwa mereka sampai segitunya dan bersyukur mematuhi kata-kata abah.
Tulisan ini aku buat tidak dengan maksud menyinggung kalian yang masih tergabung pada gerakan dan partai itu. Aku hanya berharap dan berdoa bahwa kalian bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Salah satunya adalah tidak mengkultuskan seseorang sampai menjadi malaikat dengan yakin bahwa dia tidak bersalah sama sekali dari suatu hal. Manusia tetaplah manusia, tidak lepas dari khilaf, begitupun dengan saya. Kita istighfar saja, Astaghfirullahal'adzim.