Minggu, 16 September 2012

Jakarta Memilih.. aku pun memilih

Beberapa hari yang lalu aku sudah berniat membuat tulisan tentang Pilkada DKI Jakarta 2012. Akhirnya diberikan waktu dan mood untuk menulisnya, apalagi setelah menyaksikan Jakarta Memilih di Metro TV. Nah, mari kita simak pendapat dan pemikiran saya tentang para CaGub dan CaWaGub DKI Jakarta 2012.

Sebelum masa kampanye Pilkada putaran pertama, saya sudah berdiskusi dan sepakat dengan seorang teman bahwa pada putaran pertama kami akan memilih pasangan Faisal-Biem, dan pada putaran kedua kami akan memilih pasangan Jokowi-Basuki. Waktu itu kami sudah yakin bahwa memang akan terjadi 2x putaran dan JB akan lolos ke putaran selanjutnya. Ternyata dugaan kami terbukti benar, ya menggunakan logika saja sudah bisa menebak hal ini koq. Terdapat 6 pasang calon pemimpin, berdasarkan pengalaman dan prediksi, sangat kecil kesempatan bahwa hanya terjadi 1x putaran :-) Jokowi juga sedang tenar dan diidolakan dibanding calon yang lain, jadi kemungkinan sangat besar dia lolos ke putaran kedua. Kejutannya adalah ternyata suara untuk dia paling banyak.. Rakyat Jakarta sudah cerdas dong!

Kalau ada pertanyaan: Mengapa memilih Faisal-Biem pada putaran pertama? Jawabannya adalah karena aku ingin mendukung perjuangan independen, dan pak Faisal aku nilai cukup cerdas, arif, dan layak untuk dipilih dibanding independen lainnya. Sampai saat ini, aku masih menganggap beliau tidak kalah telak, perjuangannya tidak sia-sia. Beliau memenangkan suara ke -4, mengalahkan calon dari partai besar lho. KEREEEN, tetap SEMANGAT ya pak :-)

Nah sekarang, aku mau tulis alasanku tidak memilih Fauzi Bowo.
Aku sudah beberapa kali bertemu langsung dan bercakap-cakap dengan beliau. Kesan pertama adalah: Hmm.. orangnya ramah. Waktu itu aku yang duduk di kelas 2 SMA (sekitar tahun 2003-2004), terpilih menjadi usher kenegaraan untuk menyambut Wakil Presiden (Bapak Hamzah Haz), Gubernur (Bapak Sutiyoso), dan Wakil Gubernur (Bapak Fauzi Bowo) pada acara peresmian Pusat Grosir Cililitan. Para pejabat negara itu sama sekali tidak senyum bahkan menegur kami, kecuali Pak Fauzi. Dia tersenyum dan mengutarakan salam ke arahku:
"Assalamualaikum". Agak kaget sih waktu itu, namun segera kubalas salamnya sambil tersenyum pula. Pertemuan berikutnya ketika aku terpilih menjadi None Buku Wakil 1 DKI Jakarta 2007, aku mendampingi beliau pada acara Hari Buku Nasional, 17 Mei 2008. Ada beberapa kalimat yang beliau lontarkan, yah intinya memberikan semangat pada kami sebagai duta buku Jakarta. Dilanjutkan pertemuan berikutnya, ketikabaku menjadi usher pemilihan rektor UI, beberapa tahun lalu, dan ketika kedatangan Miss Universe 2011 ke Balai Kota. Pada saat terakhir bertemu dengannya itu, aku mengundang beliau untuk datang ke acara penobatan Abang None Buku 2011, beliau berjanji untuk datang, kenyataannya beliau tidak datang ;-)

See.. aku sempat koq simpati sama beliau sehingga memilih beliau menjadi gubernur 5 tahun yang lalu. Aku pun tidak menyesal atas keputusan itu, karena calon lainnya terbukti tidak baik (istrinya saja terkena kasus korupsi dan beliau berusaha melindungi istrinya dari kejaran aparat, beliau sendiri sih belum terseret). Namun sekarang, simpati itu sudah pudar, lebih banyak hal mengecewakannya.

Hal yang paling mengecewakan untukku adalah masalah transportasi. Setiap hari harus menghadapi macet, ulah motor, dan angkot. Hadeuh.. ini yang bikin ga betah tinggal di Jakarta. Jadi pengen punya suami yang bisa bawa aku keluar Jakarta, upz.. keceplosan.. Fokus Cha, Fokus ;-) Trans Jakarta juga tidak terlalu membantu, ngantrinya lama banget, di dalem masih desek2an, belum lagi skywalknya yang panjang. Akhirnya aku sering mengeluarkan uang untuk naik taksi atau ojek, hiks.. habis uang hanya untuk transportasi. Kalau Bajaj, sangat tidak disarankan deh, jauh lebih mahal dari taksi tapi sangat tidak nyaman! Nah, menurutku Pak Fauzi belum berhasil sama sekali mengatasi masalah transportasi di Jakarta, padahal beliau mengaku ahli dan sudah berkecimpung di balai kota belasan tahun, menjadi Sekwilda, Wakil Gubernur, hingga Gubernur. Akui kegagalan bapak ya dalam hal ini :-)

Selain itu, aku sangat kecewa dan keberatan ketika beliau, wakilnya, dan para pendukungnya selalu menyerempet masalah SARA. Itu memalukan! Sebagai muslimah, aku sendiri malu ketika melihat seorang pemimpin muslim menghina SARA seperti itu, ckckck.. Pak, itu bisa jadi senjata makan tuan lho.. Black Campaign buat bapak sendiri. Warga yang mungkin awalnya masih mau mendukung bapak atau dipihak netral menjadi antipati terhadap bapak. Perilaku ini semakin terlihat di acara Jakarta Memilih malam ini, Pak Nachrowi memulai kalimat perdebatan dengan kalimat: "Haiya Ahok!" KPUD mana KPUD?

Hal lainnya adalah bahwa beliau sudah jelas terlihat otoriter, memaksakan kehendak, tidak sopan, keras, selalu menyindir+menghina, guyonannya tidak cerdas, dan kasar. Bahkan kepada wakilnya sendiri lho! Dengarkah kalian atas kalimatnya tadi: Kalo sama Nachrowi sih boleh kurang ajar, sama saya ga boleh! Hmm.. Kalau wakilnya saja diperlakukan seperti itu, bagaimana rakyatnya ya? Kemanakah sikap ramahmu dulu pak? Sepertinya hilang karena kedudukan dan jabatan ya? Ingat juga kasus Pak Prianto lho, baca bukunya deh :-)

Itulah mengapa aku mengatakan: Hanya orang yang tertutup pikirannya (kalimat diperhalus dari kata BODOH), picik terhadap SARA, masih belum sadar juga, dan mendapatkan keuntungan langsung dari beliau yang masih memilihnya. Pemilih cerdas sih sudah tahu harus memilih siapa.. :-)

Apakah perlu dijabarkan mengapa memilih Jokowi-Basuki? Karena aku sudah kecewa dengan incumbent itu, tidak lagi mempercayainya, dan ingin Jakarta Berubah. Perubahan pertama yang signifikan yah perubahan pemimpin lah.

Banyak fakta yang dapat memaparkan prestasi dan perilaku Jokowi. Apakah mata kalian masih tertutup? Kasian deh kalo gitu.. Wakil Gubernya tuh China, Kristen lagi.. So what gitu lho? Aku sih ga percaya yah sama alasan2 penolakan berdasarkan agama itu, walaupun disampaikan orang-orang terdekatku. Aku lebih percaya pada bukti otentik. Dan sekarang pun mereka akhirnya bisa melihat kebenaran, Alhamdulillah :-) Kalian pun semoga demikian.. So, pemilih cerdas sudah tau harus pilih siapa kan? :-P

NB: Penulis adalah mahasiswa program pasca sarjana Psikologi UI yang bekerja di sebuah Bimbel. Bertempat tinggal di rumah orang tua di Jakarta Pusat (sehingga masih berKTP DKI) dan kost di Depok. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali atau mendapat keuntungan apapun dari pasangan Calon manapun, kecuali ingin tinggal di Jakarta yang lebih baik: JAKARTA BARU. :-)

1 komentar:

  1. masalah kemacetan, bukanlah perkara yang mudah, semakin bertambahnya jumalh penduduk, baik kelahiran atau imigrasi, maka jakarta akan semakin macet,

    BalasHapus